UN dan Zonasi
Setelah Ujian Nasional SMP berlangsung, aku memasrahkan semuanya kepada Allah. Walaupun aku dicap sebagai anak pintar tapi aku merasa nilai UN ku kali ini tidak akan sesuai ekspektasi orang-orang terhadapku. Aku percaya pada Allah, tapi aku sungguh tidak percaya kepada diriku sendiri waktu itu. Menjadi anak yang di anggap pintar bukanlah perkara mudah pada saat-saat seperti ini. Aku tertekan, memikirkan kemungkinan-kemungkinan, semuanya terasa berdebaran, siap-tak siap setiap detik adalah bom waktu terlalu menyipu, tersipu dan menipu.
Menuju hari pengumuman aku sudah menyiapkan hati, menyiapkan rencana untuk meneruskan kemana, dan juga menyiapkan mental untuk menghadapi komentar orang-orang. Semua sudah aku planning, namun aku masih saja tertekan jika nanti nilaiku jelek, bagaimana aku harus berhadapan dengan masyarakat,? apalagi hari itu sedang mendekati hari raya Idul Fitri. Aku benar-benar memutar otak dan berusaha setenang mungkin untuk menghadapi Hari Pengumuman Hasil Ujian Nasional itu. Jarum-jarum waktu mulai menusuk, debaran kencangnya membuatnya semakin menusuk, hanya tuhan yang tau kapan semuanya akan terpental dan tersembuhkan
Dan hari itu pun datang, file hasil nilai UN dikirimkan oleh waka kurikulum di grup WA angkatanku. Aku membukanya, daaaannnn sang sajadah seakan-akan mengejekku, kasur semakin bernafsu membelaiku, udara dingin dengan rasa yang panas semakin membuatku enggan bergerak, menguar pekikan, jatuh derasan, dan lisanpun mengucap hamdalah sambil menempelkan kening ke atas dinginnya pijakan. Terlalu kaget, walaupun saat itu sebenarnya akuu tau hasilku itu tidak memuaskan namun menurutku angka itu sudah terlalu cukup untuk usahaku yang banyak rintangan selama ini. Aku benar-benar bersujud dan bersyukur waktu itu. Rasanya Allah sangat baik padaku, rutinitas selama 4 bulan sholat malam membuahkan hasil. Terimakasih Allah. Sejak saat itu tingkat kekayaan pengalaman intelektual dan spiritualku terasa semakin bertambah.
Hari itu memang hari yang luar biasa untukku dan juga teman-temanku. Didorong oleh rasa pengertian, aku pun menghubungi untuk menenangkan teman-temanku yang kurasa mendengar kabar buruk. Aku beri semangat dan mencoba mencarikan solusi untuk mereka. Semua hal itu membuatku kuat secara tidak langsung.
Setelah hasil sudah kuterima ku putuskan untuk mencoba sekolah ke kota, namun ternyata mengambil pin lintas zona tidak diperbolehkan. Begitu juga saat lewat jalur prestasi, piagamku tidak diterima karena merupakan lomba kabupaten. Saat itu karena pilihan ku hanya satu dan aku takut jika aku mengambil jalur zona aku tidak diterima dengan alasan rumahku terlalu jauh Akhirnya piagamku kugunakan untuk mendaftar di SMA terdekat dari rumahku. Dan finally AKU DITERIMA. Aku tidak terlalu excited tapi aku tetap bersyukur karena aku tau aku termasuk orang yang beruntung, banyak diluar sana siswa yang TERDAMPAK SISTEM ZONASI tidak bisa bersekolah di sekolah negeri. Alhamdulillah...
Walaupun aku adalah sang korban zonasi namun aku tidak sebenci itu dengan takdirku. Rasa menerima, ikhlas, optimisme, dan semangat ini semuanya aku dapat dari beberapa proses.
Dulu waktu awal kelas delapan, aku adalah si bocah yang menentang keras sistem ini. Saat itu egoku sebagai orang yang punya mimpi tinggi sangat terusik. Aku pun kerap mengomentari postingan Instagram Kemdikbud dengan kritik-kritik dan curhat, wkwkwk. Aku pernah se-menolak itu pada waktu itu. Namun lambat laun karena penolakan itu aku mulai banyak mengenal dan memahami sistem ini dari perspektif yang berbeda. Aku tau tujuan pemerintah baik melalui sistem ini. Prasangka baik, pengertian, dan keikhlasan itu kutumbukan melalui keajaiban dari sebuah Perkenalan. Aku posisikann bahwa diriku adalah seorang pahlawan. Setiap pahlawan tidak pernah mengeluh dan gentar untuk berkorban. Mungkin saat ini aku tengah berkorban demi baiknya pendidikan. Aku pun dulu pernah menganggap aku adalah kelinci percobaan namun anggapan itu telah kutepis. Sekarang aku berpikir bahwa aku adalah kunci. Mengapa kunci?
Aku kunci karena aku adalah penentu. Aku penentu bagaimana pendidikan di sekolahku akan berjalan dan dinilai, jika aku tetap putus asa, terpuruk dalam keadaan, dan tidak memiliki semangat, pendidikan di Indonesia tidak akan berjalan maju, sistem inipun tidak akan sukses. Saat ini aku harus memilih antara menjadi kelinci percobaan atau kunci kesuksesan. Dan aku memilih kunci, sistem zonasi hadir bukan untuk dijadikan penghalang, aku tidak bisa terus menerus terpuruk, karena dengan itu aku pun tidak akan berkembang
Keuntungan dari sikap penolakanku yang berujung dukungan tersebut adalah aku bisa legowo untuk menerima takdirku bersekolah di manapun. Aku tetap semangat bahkan berkali-kali lipat daripada sebelumnya. Semangat itu hadir karena aku pernah gagal, mimpi membuatnya berjuta-juta kali lebih banyak daripada bintang di langit dan lebih menenangkan daripada malam dengan hadirnya sang bulan.
Komentar
Posting Komentar